..

..

Whois Online?

Saturday, September 13, 2008

Hentikan monopoli frekuensi TV Nasional di Indonesia !

Pagi yang cerah setelah kemarin habis ngajar 3 kelas dengan masing-masing mata kuliah 3 sks akhirnya pagi ini dapat bersantai kembali. Buka-buka detik menemukan berita yang selama ini menjadi kegelisaan saya. Isinya kira-kira tentang semangat pemerintah untuk penataan alokasi frekuensi siaran televisi di Indonesia. Selama ini saya gelisah karena begitu mudahnya seseorang (baca : pengusaha TV nasioanal) dengan hanya nongkrong di Jakarta tapi bisa bersiaran merambah pulau-pulau dari Sabang sampai Merauke. Dilihat dari sudut pandang sosial budaya, ekonomi, dan politik menurut saya lebih banyak mudharatnya dibanding manfaatnya.

Di bidang sosial budaya ini akan menyebabkan lenyapnya kekayaan dan keragaman budaya di daerah karena semua jadi cenderung jadi jakarta sentris. Di bidang ekonomi akan meyebabkan monopoli bisnis media TV oleh Jakarta di daerah-dearah, padahal frekeunsi daerah mestinya menjadi hak bagi masyarakat daerah, di bidang politik akan menyebabkan banyak hiruk pikuk yang tidak perlu karena banyak berita lokal yang tidak penting tapi dibesar-besarkan dan akhirnya menjadi isu nasional yang tidak perlu. Dalam hal ini saya setuju dengan JK dalam pernyataannya yang dimuat oleh detik.com
saat membuka diskusi panel masalah dan tantangan dunia penyiaran Indonesia di Hotel Four Seasons, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Pusat, Senin (17/12/2007). Beberapa pernyataannya adalah Jusuf Kalla berharap televisi lokal yang ada saat ini tidak kalah dengan televisi nasional. Masyarakat di daerah lebih membutuhkan isu-isu yang berkembang di daerahnya. Masyarakat lokal akan lebih antusias pada isu-isu lokal, jadi televisi lokal harus diberdayakan. Kalla juga mengatakan, saat ini televisi nasional memiliki kecenderungan menasionalkan isu-isu yang sebenarnya bersifat lokal. Fenomena ini, menurut Kalla dapat berdampak kurang baik di daerah-daerah. "Contohnya begitu putar televisi, semua berita kerusuhan pilkada. Kita capek. Contoh lagi persoalan di Jeneponto, karena sering diekspos, akhirnya jadi membuat resah, kata JK.

Dalam hal ini saya setuju dengan JK. Menurut informasi yang saya ketahui, di Inggris, semua TV adalah TV lokal kecuali TV berjaringan / TV Kabel dan TV Nasional. Sistem pertelivisian Indonesia di mana dengan bersiaran di Jakarta orang bisa menjangkau sabang sampai merauke dengan media gelombang radio memang tidak tepat. Sudah lama saya merisaukannya dan dalam hal ini saya setuju dengan JK. Mestinya yang bisa siaran nasional hanya TV Pemerintah utk membawa misi negara atau TV berjaringan untuk misi bisnis. Contohnya lihat di bidang pengelolaan siaran radio di Indonesia, dimana semua radio sifatnya lokal, itulah yang tepat. Kalau mau nasional stasiun radio dapat bekerjasama atau membuka cabang sebagai radio lokal. Lihat yang dilakukan MTV on SKY ,Prambors atau Elshinta. TV juga harusnya seperti itu. Penguasaan frekeuensi secara nasioanal oleh segelintir orang membuat bisnis media TV di Indonesia menjadi sentralistik dan hanya dimonopoli oleh pengusaha TV Jakarta. Padahal tantangan Indonesia saat ini adalah pemerataan kue ekonomi yang lebih merata ke daerah-daerah.

Tetapi lega juga mendengar pernyataan dari Depkominfo bahwa mulai Desember 2009, TV nasional untuk bisa bersiaran di daerah harus bekerjasama dengan TV lokal atau membuat badan hukum lokal sebgai cabang dari badang hukum yang ada di pusat. Dengan sendirinya perizinan frekuensi juga harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Mungkin nanti dunia pertelevisian kita akan seperti dunia radio saat ini. Karena kalau kita buka kembali sejarah sebenarnya RCTI sebgai generasi TV swasta pertama pada saat siaran perdana adalah merupakan TV lokal di bandung, dan SCTV adalah TV lokal Surabaya. Satu-satunya yang merusak sistem itu saat itu adalah munculnya TPI yang saat itu dimiliki Tutut Indra Rukmana (Putri Pak Harto) yang membuat TV swasta bersiaran nasional dengan alasan untuk kepentingan pendidikan di Indonesia. Nyatanya sekarang TPI malah hanya menjadi Televisi Pendidikan dangdut saja, melenceng dari cita-cita awal. Siaran TPI secara nasional itu awalnya yang membuat RCTI dan SCTV iri dan menuntut kepada pemerintah untuk disetarakan dan dapat bersiaran secara nasional seperti halnya TPI. Sejarah mencatat TV-TV swasta generasi pertama tersebut pada awalnya memang milik anak-anak cendana ( putra putri mantan Presiden Soeharto).

Bravo, Depkominnfo ! Kita semua menunggu aksi anda dalam menertibkan frekuensi pertelevisian di Indonesia. Kita akan buktikan apakah Desember 2009 akan menjadi tonggak sejarah penataan kembali frekuensi TV di Indonesia, atau hanya akan mengulang sejarah kekalahan pemerintah oleh lobby para raja media TV di Jakarta. Mari kita buktikan sama-sama


Salam,

No comments: