..

..

Whois Online?

Monday, November 29, 2010

Atasi Trauma dengan Terapi Jalan Kaki

Bila luka tubuh akan kembali seperti semula dengan berjalannya waktu bagaimana dengan luka hati (emosi) ….?
Hal ini sangat relevan mengingat negara tercinta kita ini terakhir sering dilanda bencana; tsunami, gempa bumi, kebakaran, banjir dll. Suatu peristiwa yang sama terhadap orang yang berbeda akan menimbulakn reaksi yang berbeda pula. Artinya tingkat ketahanan dan reaksi emosional sesorang atas suatu musibah berbeda pula.
Itulah yang membuat Thom Hartman meneliti dan akhirnya menulis buku yang berjudul Terapi Jalan Kaki. Judul buku itu sangat menggoda walau untuk membacanya aku tak mampu karena penuh istilah anatomi kedokteran dan latar belakang psikologi.
Kita semua tahu berjalan kaki adalah olah raga yang ringan dan baik untuk tubuh. Banyak penjelasan medis yang mudah dicerna seperti melancarkan peredaran darah, membuat jantung kuat, mengurangi berat badan, melatih otot-tot tubuh, memperkuat tulang dll. Bahkan mungkin beberapa teman yang suka pengobatan Tiongkok refleksi kaki tahu banyak pusat syaraf di kaki yang menjadi tumpuan manusia berjalan ternyata sangat mempengaruhi banyak kerja organ tubuh.
Lalu, apa yang unik ? Di dalam otak kita ada bagian yang disebut hipokamus yang merupakan diary harian peristiwa kita. Di saat menjelang tidur seluruh kejadian sehari akan dicatat di sana untuk disebarkan kebagian otak lain. Normalnya esok hari hipokamus ini akan bersih kembali untuk diisi lagi dengan ingatan persitiwa seharian berikutnya. Bila kemudian terlalu banyak yang harus dicatat dan tak mampu maka akan diteruskan keesokan harinya.
Inilah yang terjadi dengan trauma seolah-olah kita melihat kejadian ”waktu itu” seperti saat ini. Perasaan emosi itu terbawa terus di bawah alam sadar kita. Ia menggarisbawahi yang disebut terapi bilateral dimana prisnipnya adalah menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri.
Menurutnya jalan kaki kalau kita perhatikan adalah pekerjaan yang sangat ritmis menyeimbangkan otak kiri dan kanan. Ternyata jalan kaki tidak hanya berguna untuk kesehatan fisik semata, tapi juga dapat mengatasi trauma, untuk membangun motivasi, untuk kreativitas dan pemecahan masalah.
Gerakkan dalam berjalan kaki seperti dalam gerakan senam otak yang disebut ‘gerakan silang’ – lengan kanan berayun ke depan bersamaan dengan ayunan kaki kiri ke depan, lalu lengan kanan bersamaan dengan kaki kiri, bolak balik gerakan ini dilakukan.
Orang tidak sadar bahwa gerakan ini yang disebut gerakan ‘Bilateral berirama’. Ketika berjalan kaki secara bergantian melibatkan belahan otak kiri dan otak kanan. Kondisi ini memungkinkan dua sisi otak untuk bersatu mematahkan belenggu pikiran dan membebaskan diri dari stress pasca trauma dan depressi.
Semangat? Tidak usah ditanya. Bagaimana perasaan kita ketika suatu kali kita sengaja pengin berjalan kaki. Pasti selalu senang bukan, perasaan begitu nyaman. Bila Sabtu sore anda tanya tetangga anda mau kemana. Jawabannya ringan mau jalan-jalan. Walau mungkin naik speda motor. Jalan-jalan sudah terekam sebagai sarana hiburan dan ujungnya untuk memompa semangat.
Kreativitas? Bahkan seorang pemimpin negara pernah mengatakan ”Jangan kaupercayai pikiranmu kalau tidak sedang berjalan …” Beliau begitu percaya apa yang diputuskan ketika sedang berjalan di saat rileks adalah saat puncak untuk memutuskan sesuatu yang rumit.
Budaya modern makin mengurangi kesempatan jalan kaki. Banyak alat tranportasi yang serba mudah didapatkan untuk membantu manusia. Dan kehidupan kita memang sudah diketahui hanya membesarkan salah satu bagian otak saja terutama yang berurusan dengan logika.
Sebuah penelitian membuktikan di sebuah masyarakat yang banyak melakukan pekerjaan dengan berjalan kaki tingkat trauma akan rendah. Hingga sampai kesimpulan ekstrim masyarakat Eropa menjadi kejam hanya karena kenikmatan alat tranportasi.
Betapa jauhnya perubahan cara hidup suatu masyrakat mempengaruhi emosinya dan penaggulangan atas trauma.”Berjalan adalah obat yang terbaik ” kata Socrates. Suatu hal sederhana yang tidak kita sadari.
Saya jadi ingat Leo Kristi yang hobby berjalan kaki. Ya jalan yang sesungguhnya tak ada capeknya walau jelang usia 60 tahun.
Setelah kita dikejutkan tentang bijaksananya kekuatan rumah adat atas gempa, kini semoga kita tahu bahwa manusia terlahir dengan mekanisme penyembuahn luka emosi atau self healing yang sederhana namun kehidupan modern telah menggesernya.
Selamat berjalan kaki yang sejauh-jauhnya. Berjalan ku kini, berjalan lagi dan lagi.
Source : inaimut.wordpress.com

No comments: