Kondisi Sungai Item di Jakarta (Sumber: Kompas.Com) |
Kasus
viralnya berita Sungai Item akhir-akhir ini, telah membangkitkan kembali kesadaran
kita betapa kotornya sungai-sungai yang ada di Jakarta. Semua itu dipicu oleh
penyelenggaraan Asian Games 2018 di Jakarta yang direspon oleh pemerintah DKI
dengan berbagai usaha untuk menampilkan wajah kota agar tampak lebih bersih dan
bermartabat. Mengundang tamu memang bisa menjadi triger yang efektif untuk
membersihkan lingkungan dan rumah kita, terutama bagi masyarakat yang masih
punya rasa malu kalau dicap sebagai masyarakat yang jorok. Sudah sekian
gubernur berganti di Jakarta, sekian Presiden berganti di Indonesia, tetapi
fakta menunjukkan bahwa sungai di Jakarta tetap hitam, artinya ada problem yang
belum pernah terselesaikan. Oleh karena itu semua usaha yang dilakukan oleh
Pemda DKI untuk membersihkan Kali Item dan info terakhir Kementerian PUPR juga
akan terlibat di dalamnya, menunjukkan bahwa kesadaran kebersihan itu ada, dan
kita semua layak mendukungnya.
Kalau
suatu saat anda jalan-jalan ke negara
maju, atau kalau boleh saya ambil Kota Tokyo
sebagai pembanding, anda akan melihat betapapun besar dan masifnya berbagai aktivitas dan kegiatan di Kota Tokyo,
dengan gedung-gedung menjulang tinggi
yang jauh lebih rapat dibanding Jakarta, dan dengan jumlah penduduk
sekitar 10-28 juta jiwa, tetapi tidak sampai membuat sungai-sungai di Kota
Tokyo menjadi hitam. Sungai-sungainya tetap jernih dan tertata rapi, termasuk
sempadan sungainya. Beberapa sempadan sungai di Tokyo bahkan merupakan taman
kota, sarana bermain, sarana olahraga publik yang kadang berupa lapangan bola dengan ukuran standard. Bagi yang tinggal dan pernah tinggal di
Jepang pasti tahu bahwa negara Jepang adalah negara yang memanjakan rakyatnya
dengan taman-taman kota sebagai fasilitas publik. Banyak taman-taman kota
tersebar di sekitar tempat tinggal, dengan fasilitas tempat bermain, tempat berolahraga, dan toilet yang sangat bersih
seperti toilet di bandara bahkan sampai kran-kran yang menyediakan air siap
minum pun tersedia.
Gambaran kondisi sungai di Tokyo, dengan bantaran sungai yang berfungsi sebagai sarana olahraga, dan Manara SkyTree yang tampak di belakang sebagai background (Sumber: koleksi pribadi). |
Pada
saat saya presentasi di depan para komisioner Badan Nasional Sertifikasi
Profesi (BNSP) kurang lebih 2,5 tahun yang lalu, saat merintis pendirian Lembaga
Sertifikasi Profesi Tata Lingkungan Industri dan Pemukiman (LSP-TLIP) bersama
teman-teman para professional di bidang lingkungan hidup, saya sampaikan bahwa saat ini di Indonesia
telah banyak regulasi tentang lingkungan hidup, perizinan lingkungan pun sangat
ketat ditandai dengan banyaknya tahapan (step) yang harus dilalui saat perusahaan/perseorangan akan memulai
usaha dengan mengurus dokumen Amdal/UKL-UPL dan sejenisnya. Tetapi fakta di
lapangan sungai di Jakarta tetap hitam dan kotor dan kualitas air sungainya
melampaui baku mutu lingkungan, artinya ada masalah di situ (Saya sengaja ambil
contoh kondisi sungai di Jakarta karena yang paling ekstrim diantara yang ada, meskipun kondisi di kota lain pun bisa
jadi mirip). Masalahnya adalah karena
air limbah yang ada di Jakarta memang saat ini belum tertangani dengan baik. Oleh
karena itu akhirnya waktu itu saya usulkan perlunya sertifikasi profesi di bidang limbah
termasuk sertifikasi bagi para operator Unit Instalasi Pengolahan
Air Limbah (IPAL) sebagai bagian dari sertifikasi profesi yang akan
dikembangkan oleh lembaga yang akan kami kembangkan untuk membantu menyiapkan
tenaga-tenaga ahli yang handal dan tersertifikasi di bidang pengelolaan limbah
di Indonesia.
Dengan
komposisi air limbah buangan Jakarta
dimana 80% adalah air limbah domestik dan 20% air limbah Industri, sebenarnya kita bisa
petakan masalahnya, yang domestik mana dan yang industri yang mana (pendapat
terkait komposisi air limbah di Jakarta ini bisa dibaca dari berbagai
referensi). Terkait dengan air limbah Industri, perusahaan diwajibkan membuat
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sesuai amanat yang ada pada dokumen Amdal
atau UKL-UPL, meskipun ada pekerjaan rumah di sini, karena belum tentu buangan
air limbah dari Unit IPAL yang ada di industri memenuhi baku mutu lingkungan. Terkait
air limbah domestic, untuk Perkantoran, Hotel, Apartemen dan Rumah Sakit,
karena masuk dalam kategori limbah domestic juga mungkin sudah diwajibkan
membuat IPAL, meskipun belum tentu juga IPALnya bekerja dengan baik, tetapi masalah terbesar justru ada pada limbah
rumah tangga dari penduduk. Ini sepertinya yang belum tertangani dengan baik.
Pertanyaannya
lalu siapa yang harus mengolah air limbah rumah tangga, apakah warga sendiri? Idealnya
iya. Kalau setiap rumah membangun IPAL sendiri, maka itu sangat ideal. Terkait
limbah rumah tangga, biasanya pemerintah kota membangun IPAL komunal, yang akan
mengolah air limbah yang disalurkan dari rumah-rumah seluruh warga kota sebelum
dibuang ke badan sungai. Pertanyaannya, apakah di DKI semua air limbah dari
rumah-rumah sudah masuk IPAL komunal kota? dan apakah waduk Setia Budi sebagai
IPAL kemunal kota sudah menampung seluruh air limbah yang dihasilkan dari rumah
tangga dan menjamin air buangannya ke
badan sungai sesuai baku mutu lingkungan? itu adalah hal-hal yang perlu diklarifikasi.
Nah,
terkait permasalahan di atas, mumpung kesadaran
kebersihan lingkungan kita sedang tinggi dan agar masalah pencemaran sungai ini
tidak menjadi problem yang tidak berkesudahan, ada beberapa hal yang saya
usulkan dan mudah-mudahan bisa jadi pertimbangan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan:
- Pemerintah, terutama pemerintah DKI perlu melakukan audit yang menyeluruh terkait system pengelolaan air limbah di Jakarta, agar dapat diketahui inti permasalahan sebenarnya yang membuat sungai-sungai di Jakarta menjadi tercemar.
- Untuk bisa melakukan audit yang komprehensif, Pemda DKI harus didukung oleh sebuah system pemantauan kualitas air yang real time dan komprehensif yang akan memantau kondisi kualitas air di outlet IPAL dan Badan Air, agar dapat diketahui sebenarnya siapa sumber terbesar pencemaran pada sungai-sungai di Jakarta. Minimal system ini harus diinstall setahun di seluruh kawasan-kawasan potensial sumber air limbah dan badan air penerimanya dalam rangka audit investigasi
- Perlu difikirkan untuk membangun IPAL-IPAL Komunal di banyak titik di Jakarta, yang ditujukan untuk mengolah air limbah yang berasal dari limbah rumah tangga, karena dapat dipastikan kalau hanya bertumpu ke Waduk Setiabudi, untuk mengolah air limbah rumah tangga seluruh warga Jakarta, maka akan overload.
- Ke depan, model permukiman berbentuk apartemen, mungkin akan membuat pemerintah lebih mudah dalam mengendalikan limbah di kota-kota besar, mengingat Apartemen biasanya sudah memiliki Unit Pengolahan Air Limbah sendiri, tinggal memastikan dan memonitor apakah air buangan dari IPAL yang ada sudah memenuhi baku mutu lingkungan. Ini mungkin salah satu rahasia juga kenapa Jepang sungainya jernih mengingat bangunan tempat tinggal di perkotaan didominasi apartemen.
- Ke depan, pemerintah DKI perlu mewajibkan Industri dan semua unit usaha termasuk perkantoran, hotel, rumah sakit, restaurant dan lain-lain untuk memasang system pemantauan kualitas air IPAL sebelum dibuang ke badan sungai. Sistemnya harus bersifat realtime dan datanya langsung dikirim ke data center di Kantor Lingkungan Hidup. Penerapan IT memang menjadi jawaban untuk sebuah transparansi dan akuntabilitas. Salah satu ciri kemajuan Jepang adalah implementasi IT, system control dan robotic di segala bidang, sehingga Jepang menjadi negara yang serba otomatis. Termasuk di bidang lingkungan hidup.
- Pemerintah DKI perlu mewajibkan sertifikasi profesi bagi operator IPAL yang ada di perkantoran, hotel, rumah sakit, industry, IPAL komunal dan lain-lain untuk menjamin bahwa operator IPAL yang ada benar-benar seorang professional. Banyak kasus IPAL ada, tetapi kinerjanya tidak maksimal karena operatornya tidak kapabel.
- Pilihan teknologi yang tepat menjadi factor krusial dalam menangani air limbah di Jakarta, Untuk IPAL Komunal teknologi anerobik dan aerobic menjadi pilihan yang paling sesuai. Untuk Waduk Setia Budi karena sifatnya terbuka, mungkin system yang paling pas adalah aerobic, bisa juga sebagian dengan system anaerobic dan aerobic jika masih ada lahan untuk pengembangan. Secara aerobik, penggunaan mikroba yang langsung disemprotkan di sungai seperti yang dicoba dilakukan kelompok Kagama DKI Peduli Sampah juga perlu dikaji dan dikembangkan.
- Pemerintah DKI perlu mempekerjakan para professional di instansi yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Banyak ahli dari lembaga riset dan perguruan tinggi yang pengalamannya segudang bisa diberdayakan untuk memperkuat lini depan squad institusi lingkungan hidup Pemda DKI. Jangan sampai terulang lagi ada statement sungai disemprot dengan pewangi, itu menunjukkan kedangkalan akademis dari seorang birokrat yang tidak perlu dilontarkan. Kalau para birokrat yang ada di pemerintahan tidak memahami persoalan, maka sangat susah untuk bisa membaca state of the art dari permasalahan yang ada, apalagi menguraikannya. Seorang professional ahlipun akan berkerut-kerut keningnya memikirkan sungai Jakarta yang berwarna hitam ini. Tetapi secara fundamental pengetahuan, tentu dia tahu cara mengurainya.
- Tidak perlu malu belajar ke negara lain yang lebih maju, yang bisa mengelola air limbah perkotaan dengan lebih baik. Tokyo saya rekomendasikan menjadi rujukan, karena kondisi kotanya yang sangat padat lebih padat dari Jakarta. Tokyo adalah gambaran Jakarta di masa yang akan datang, sehingga kalau kita belajar ke Tokyo saat ini, kita akan dapat belajar menformat kondisi Jakarta di masa 200 – 300 tahun yang akan datang. Tokyo dan beberapa kota lainnya di negara maju, dulunya juga menghadapi problem pencemaran sungai, tetapi saat ini kondisi mereka jauh lebih baik. Saya bersedia menjadi jembatan komunikasi kalau memang Tokyo menjadi pilihannya.
Demikian
tulisan saya pagi ini, mohon maaf jika ada kekurangan dan kata-kata yang kurang
pas, dan mari kita berfikir yang positif untuk kemajuan Indonesia di masa yang
akan datang.
Joko Widodo (@jecko_74)
Penulis adalah:
- Mahasiswa Program Doktor (S3) pada Graduate School of Advanced Integration Science, Chiba University, Jepang
- Perekayasa Bidang Ilmu Kebumian dan Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) -Jakarta, Indonesia.
- Penggagas dan salah satu perintis Lembaga Sertifikasi Profesi Tata Lingkungan Industri dan Permukiman
- Saat ini tinggal di Jepang
No comments:
Post a Comment